Selamat Datang

Selamat datang di adieb.blogspot.com
Gunakan waktu berkunjung anda untuk mengklik Google Adsense.....

Anda akan mengetahui bagaimana caranya mendapatkan uang di internet seperti yang sudah saya lakukan, sekarang saya sudah benar-benar percaya bahwa dengan internet kita bisa mendapatkan uang gratis hanya dengan melakukan link iklan dengan menggunakan Google.

Dengan pengalaman saya, saya mengajak anda untuk mencoba sendiri tanpa mengeluarkan uang dari kantong anda.

Selamat berkunjung dan selamat mencoba !

Senin, 18 Mei 2009

Pantai Panjang

Pantai Panjang merupakan tempat rekreasi Obyek Wisata Alam terletak 3 km dari pusat Kota Bengkulu dapat ditempuh dengan berbagai jenis kendaraan., ramai dikunjungi wisatawan baik Nusantara maupun Mancanegara. terbentang sepanjang lebih kurang 7 km dan lebar 500 m dengan hamparan pasir putihnya yang landai.
Keistimewaan pantai ini sepanjang pinggir pantai ditumbuhi pohon cemara dan pinus yang menambah kesejukan , sehingga para pengunjung yang datang dapat menyaksikan panorama alam yaitu tenggelamnya matahari serta berjemur dan mandi dipagi atau sore hari dengan tiupan angin sepo-sepoi. Fasilitas yang ada di sekitar kawasan objek wisata Pantai Panjang berupa hotel berbintang, Cottage, Restoran, Kolam Renang, Tempat bermain anak –anak dan tempat parkir yang lepas, Pos keamanan polisi dll.

Benteng Marlborough

FORT Marlborough dibangun Perusahaan India Timur di bawah kepemimpinan Gubernur Joseph Callet. Benteng ini menghadap Selatan dan memiliki luas 44.100 meter persegi. Bentuk benteng abad XVIII (1914) ini menyerupai kura-kura. Pintu utama dikelilingi parit luas dan tersambung dengan jembatan ke gerbang dalam. Menurut masyarakat sekitar, benteng ini memiliki pintu keluar bawah tanah.

Fort Marlborough adalah peninggalan terbesar Inggris terbesar di Indonesia. Benteng Marlborough sesungguhnya bukan sekadar benteng pertahanan militer, karena ia dibangun demi kepentingan perdagangan; penjamin kelancaran suplai lada bagi perusahaan dagang Inggris, East India Company, serta pengawasan jalur pelayaran dagang melalui Selat Sunda. Benteng berperan ganda: markas pertahanan militer sekaligus kantor pusat perdagangan dan pemerintahan Inggris.

Bengkulu merupakan ibu kota wilayah presidensi (kumpulan wilayah residen) Inggris di pesisir barat Sumatera. Wilayah itu dikendalikan dari Benteng Marlborough. Inggris sebelumnya juga membangun benteng serupa dengan fungsi dan peran lebih besar di Madras, India, yaitu Fort St George. Dari Madras inilah, East India Company mengembangkan pengaruh ke Asia Pasifik, termasuk Bengkulu.

Fort Marlborough dihuni oleh pegawai sipil dan tentara Inggris. Dalam catatan British Library, Oriental and India Office Collections tahun 1792 terdapat 90 pegawai sipil dan militer tinggal dan bekerja dalam Benteng Marlborough. Para petinggi atau perwira senior tinggal dalam lingkungan benteng bersama keluarga. Benteng ini menyerupai hunian dalam kota kecil dengan tembok tebal. Seperti layaknya kehidupan bermasyarakat, catatan-catatan menyangkut perkawinan, pembaptisan, dan kematian "penduduk" benteng ini pun masih dapat tersimpan.

Desain tata ruang Benteng Marlborough mencerminkan keragaman aktivitas masyarakat. Kompleks bangunan ini 44.100,5 meter persegi, tetapi total bangunan dalam benteng hanya sekitar 20 persen. Bagian benteng selebihnya berfungsi sebagai ruang terbuka. Bangunan fisik Benteng Marlborough sangat kokoh, antara lain terbukti ketika gempa bumi berkekuatan 7,3 skala Richter meluluhlantakkan ribuan bangunan gedung dan permukiman Bengkulu tahun 2000 maupun gempa bumi dengan 7,9 skala Richter, benteng ini tak mengalami kerusakan berarti. Padahal, konstruksi benteng ini tidak menggunakan beton bertulang.

Desain dasar Benteng Marlborough berbentuk segi empat. Desain ini menyerupai kura-kura, ditandai dengan empat bagian bangunan menyudut seperti kaki, serta satu kelompok bangunan menyerupai bagian kepala kura-kura. Bagian atas bangunan ini tersambung melingkar menjadi pelataran penempatan meriam, sekaligus mempermudah mobilitas perpindahan meriam. Ciri lain benteng pertahanan ini adalah dua lapis dinding pertahanan, sehingga ketika dinding terdepan bisa ditembus lawan, pasukan bisa segera mundur dan melakukan pertahanan dari dinding kedua.

Pembangunan benteng tahap pertama selesai 1718 dengan gerbang utama benteng di sisi barat. Bagian bangunan menyerupai kepala kura-kura kemudian ditambahkan pada 1783. Dengan penambahan ini sistem pertahanan gerbang benteng menjadi berlapis. Kekokohan benteng tergambar dari ketebalan dinding bagian luar setinggi 8,65 meter dan ketebalan tiga meter. Sementara tebal dinding dalam sekitar 1,8 meter. Bahan bangunan antara lain batu karang, batu kali, dan bata dengan perekat campuran kapur, pasir, dan semen merah.

Untuk memasuki benteng dari gerbang utama, kita harus melewati dua jembatan yang menyeberangi parit-parit kering. Parit itu berkedalaman sekitar 1,8 meter dengan lebar 3,6 meter. Jembatan-jembatan kayu di atas parit kering itu aslinya tidak pernah permanen agar dapat diangkat dalam menghambat gerak musuh. Selepas gerbang pertama, kita akan menyusuri lorong pendek dengan langit-langit melengkung. Empat buah batu nisan besar tertempel pada salah satu sisi bangunan lengkung ini. Batu-batu nisan ini merupakan tugu peringatan kematian sejumlah petinggi benteng, antara lain Deputi Gubernur Inggris Richard Watts—meninggal pada 1705. Meskipun tugu peringatan berbahasa Inggris itu tertulis dalam huruf bergaya kuno, tetapi sebagian besar masih terbaca dengan jelas.

Keluar dari bangunan lengkung selepas pintu masuk ini, kita akan menyusuri alur jalan pada ruang terbuka menuju jembatan kedua. Di sisi selatan jalan itu berjajar tiga buah makam, satu di antaranya makam Residen Thomas Parr—terbunuh Desember 1807. Adanya pemakaman itu menunjukkan fungsi benteng menampung seluruh aktivitas penghuni sejak lahir hingga meninggal. Melalui jembatan kedua berketinggian 3,25 meter dari dasar parit di bawahnya, sampailah pada pintu gerbang yang dikenal sebagai the great gate (gerbang utama). Daun pintu kayu pada gerbang kedua ini masih utuh meskipun sudah berumur hampir 300 tahun. Daun pintu ini memakai jenis kayu kapur konon berasal dari Kalimantan.

Tiga ruangan kita jumpai di sebelah kiri begitu melewati the great gate dulu difungsikan sebagai kediaman para perwira. Ruangan-ruangan ini pada 1873 difngsikan sebagai gudang senjata. Ruang pertama menyerupai lorong sepanjang 13,5 meter dengan lebar sekitar lima meter. Di dalamnya terdapat tiga "anak ruangan" berukuran sekitar 1,5 meter x 4,5 meter. Ruang ini seakan menyerupai lemari beton tebal. Di ujung lorong terdapat pintu turun menuju ke ruang bawah bangunan benteng. Gelap dan lembab pada ruang-ruang bawah memberi kesan penyusuran bagian benteng ini berbau petualangan. Ruang bawah ini disebutkan berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta.

Pada sisi lain gerbang masuk, kita akan menemui ruangan dengan funsi ruang jaga utama maupun ruang penjaga benteng yang tidak sedang bertugas. Di bagian dalam, terdapat dua ruang tahanan militer. Pada salah satu bagian dinding ruang tahanan itu terlihat lukisan arang dan catatan dalam bahasa Belanda kuno. Tulisan diperkirakan buatan tahanan dalam benteng.

Di sepanjang sayap selatan Benteng Marlborough terdapat deretan ruangan barak tidur. Masing-masing ruang memiliki satu pintu menghadap ke halaman dalam benteng. Meskipun terbuat dari jeruji besi, pintu-pintu ini berdesain lengkung dan terkesan cantik. Desain lengkung juga terlihat pada bagian langit-langit ruangan. Kompleks perkantoran terdapat di sayap utara benteng. Sebelum tahun 1780-an, sisi utara benteng ini difungsikan menjadi ruang keluarga pejabat sipil senior serta tempat tinggal perwira lajang. Sementara gudang dan kediaman gubernur terdapat di bagian barat.

Pada zamannya, benteng ini dikelola oleh dewan pimpinan terdiri dari deputi gubernur sebagai kepala wilayah pendudukan, komandan benteng sebagai pemimpin militer, dibantu oleh dua pejabat. Pejabat tinggi lainnya adalah semacam kepala perdagangan (senior merchant). Pada 1792, tercatat 18 atase perdagangan berkantor di Fort Marlborough. Beberapa kepala perdagangan ini juga menjabat sebagai kepala wilayah atau residen sejumlah kawasan sepanjang pesisir barat Sumatera, antara lain Manna, Lais, Natal, Tapanuli, dan Krui. Pada 1792 tercatat sembilan orang juru tulis bekerja dan tinggal dalam benteng. Teknisi, petugas kesehatan, pemain organ, hingga tukang kayu pun menghuni benteng ini.

Di tengah benteng, terhampar halaman dalam berumput hijau dengan beberapa pepohonan teduh. Halaman dalam cukup luas ini berfungsi bagi beragam kegiatan militer pada masa itu, misalnya upacara dan latihan keterampilan. Di lapangan ini pula dibacakan keputusan pengadilan dan kesaksian eksekusi militer. Sementara bagian halaman teduh oleh pepohonan dengan pemandangan laut lepas, menjadi tempat bersantai. Jalan setapak menghubungkan gerbang utama bagian selatan dengan gerbang utara terdapat di tengah halaman. Pintu gerbang sisi utara ini pun disambungkan dengan jembatan kayu ke luar lingkungan benteng.

Dari atas dinding benteng atau bastion, teramati hamparan laut lepas. Untuk menaikkan meriam pada posisi tembak di bastion, dibangunlah beberapa bidang miring dari susunan bata di sudut-sudut benteng ini. Di bastion, kita juga dapat mengamati saluran etalase ruangan-ruangan seperti cerobong. Mulut cerobong itu diberi payung kerucut terbuat dari seng sehingga udara dapat bersirkulasi, namun terlindung dari curahan air. Menjelajahi benteng ini tidak akan lengkap tanpa menyusuri lorong-lorong di bawahnya. Lorong-lorong bawah tanah sempit dan gelap ini konon merupakan tempat penyimpanan senjata. Juga terdapat lorong bawah tanah yang menyambungkan benteng dengan jalan keluar tanpa melewati pintu-pintu gerbang.

Tabot

Tabot adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk mengenang tentang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (681 M).
Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syeh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685. Syeh Burhanuddin (Imam Senggolo) Menikah dengan wanita Bengkulu kemudian anak mereka, cucu mereka dan keturunan mereka disebut sebagai keluarga Tabot. upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram (berdasar kalendar islam) setiap tahun.
Arti Tabot
Pada awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang upaya pemimpin Syi'ah dan kaumnya mengumpulkan potongan tubuh Husein, mengarak dan memakamnya di Padang Karbala. Istilah Tabot berasal dari kata Arab Tabut yang secara harafiah berarti "kotak kayu" atau "peti".
Dalam al-Quran kata Tabot dikenal sebagai sebuah peti yang berisikan kitab Taurat. Bani Israil di masa itu percaya bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada di tangan pemimpin mereka. Sebaliknya mereka akan mendapatkan malapetaka bila benda itu hilang.
Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham Syi'ah ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India yang kebetulan merupakan penganut Islam Syi‘ah.
Para pekerja yang merasa cocok dengan tatahidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut Berkas, sekarang dikenal dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai.
Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenal dengan sebutan upacara Tabot. Upacara Tabot ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabot menghilang di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik. Keduanya sama, namun cara pelaksanaannya agak berbeda.
Jika pada awalnya upacara Tabot (Tabuik) digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka sejak orang-orang Sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi‘ah, upacara ini dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk yakni memenuhi wasiat leluhur mereka. Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud partisipasi orang-orang Sipai dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah Bengkulu setempat.
Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya, juga menjadi penyebab munculnya perberbedaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabot. Di Bengkulu, misalnya, Tabotnya berjumlah 17 yang menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan Tabot, sedangakan di Pariaman hanya terdiri dari 2 macam Tabot (Tabuik) yaitu Tabuik Subarang dan Tabuik Pasa. Tempat pembuangan Tabot (Tabuik) antara Bengkulu dan Pariaman juga berbeda. Pada awalnya Tabot di Bengkulu di buang ke laut sebagaimana di Pariaman Sumatera Barat. Namun, pada perkembangannya, Tabot di Bengkulu dibuang di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenal dengan nama makam Karbela yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin.
Belakangan ini, banyak kritikan dari berbagai elemen masyarakat terhadap pelaksanaan upacara Tabot. Satu hal yang paling mendasar dari semua kritikan tersebut adalah berubahnya fungsi upacara Tabot dari ritual bernuansa keagamaan menjadi sekedar festival kebudayaan belaka. Ini nampaknya disebabkan oleh kenyataan bahwa yang melaksanakan upacara Tabot adalah orang-orang non-Syiah. Hilangnya nilai-nilai sakralitas upacara Tabot semakin diperparah dengan munculnya apa yang kemudian dikenal sebagai Tabot pembangunan (Tabot yang keberadaannya karena deprogram oleh pemerintah dan berjumlah banyak).

Peralatan-Peralatan upacara Tabot
Untuk melaksanakan upacara Tabot, ada beberapa peralatan yang harus dipersiapkan, diantaranya adalah:
• Pembuatan Tabot
Kelengkapan alat untuk membuat Tabot antara lain: bambu, rotan, kertas karton, kertas mar-mar, kertas grip, tali, pisau ukir, alat-alat gambar, lampu senter, lampu hias, bunga kertas, bunga plastik dan lain sebagainya. Jika dilihat dari banyaknya alat yang dibutuhkan, maka biaya yang dibutuhkan untuk membuat Tabot sekitar 5-15 Juta rupiah.
• Kenduri dan Sesaji
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kenduri dan sesaji antara lain: beras ketan, pisang emas, tebu, jahe, dadeh, gula aren, gula pasir, kelapa, ayam, daging, bumbu masak, kemenyan dan lain-lain.
• Perlengkapan Musik Tabot
Alat-alat musik yang biasanya digunakan dalam upacara tabot adalah dol dan tessa. Dol terbuat dari kayu tengahnya dilubangi dan kemudian ditutup dengan menggunakan kulit lembu. Dol berbentuk seperti beduk. Garis tengahnya sekitar 70 – 125 cm, dan alat pemukulnya berdiameter 5 cm dan panjangnya 30 cm. Cara menggunakannya dengan cara dipukul-pukul. Sedangkan Tessa berbentuk seperti rebana, terbuat dari tembaga, besi plat atau alumunium, dan juga bisa dari kuali yang permukaannya ditutup degan kulit kambing yang telah dikeringkan.
• Kelengkapan lainnya
Perlengkapan-perlengkapan lain yang harus dipersiapkan pada setiap unit Tabot adalah: Bendera merah putih ukuran rumah tangga berikut tiangnya, bendera panji-panji berwarna hijau atau biru yang ukurannnya lebih besar dari bendera merah-putih, bendera putih yang ukurannnya sama dengan panil (beserta tiangnya), tombak bermata ganda diujungnya digantung, duplikat pedang zufikar (pedang Rasulullah) dengan ukuran mini.

Tata Laksana
Tahapan upacara Tabot adalah sebagai berikut:
• Mengambik tanah (mengambil tanah)
Tanah yang diambil harus mengandung unsur-unsur magis oleh karena itu harus diambil dari tempat keramat. Di Bengkulu, hanya ada dua tempat yang dianggap keramat yaitu di Keramat Tapak Padri yang terletak di tepi laut tidak jauh dari Benteng Marlborough di sudut kanan Pelabuhan Laut Bengkulu dan Keramat Anggut yang terletak di pemakaman umum Pasar Tebek dekat Tugu Hamilton, tidak jauh dari Pantai Nala. Upacara ini berlangsung pada malam tanggal 1 Muharam, sekitar pukul 22.00 WIB.
Tanah yang diambil disimpan di Gerga (pusat kegiatan/markas kelompok Tabot bersangkutan), dibentuk seperti boneka manusia dan dibungkus dengan kain kafan putih, lalu diletakkan di Gerga. Gerga tertua di Bengkulu hanya ada dua, yaitu Gerga Berkas dan Gerga Bangsal. Keduanya telah direnovasi dan kini berwujud bangunan permanen.
Di kedua tempat tersebut, mereka memberikan sesajen berupa: bubur merah dan bubur putih, gula merah, sirih 7 subang, rokok nipah 7 batang, kopi pahit 1 cangkir, air serbat 1 cangkir, dadih (susu sapi murni yang mentah) 1 cangkir, air cendana 1 cangkir, air dan selasih 1 cangkir.
• Duduk Penja (mencuci jari-jari)
Penja adalah benda yang terbuat dari kuningan, perak atau tembaga yang berbentuk telapak tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya. Karenanya penja ini disebut juga dengan jari-jari. Menurut keluarga Sipai, Penja adalah benda keramat yang mengandung unsur magis. Ia harus dicuci dengan air limau setiap tahunnya. Upacara mencuci penja ini disebut duduk Penja, yang dilaksanakan pada tanggal 5 Muharram sekitar pukul 16.00 WIB.
Pada acara Penja ini, peralatan yang dibutuhkan adalah: air kembang, air limau nipis, sesajen, dan penja yang akan dicuci. Sesajen yang dipersiapkan terdiri: nasi kebuli 1 porsi, emping beras 1 piring, pisang emas 1 sisir, tebung 1 potong, kopi pahit 1 gelas, air serobat 1 gelas, dan dadih 1 gelas.
• Menjara (mengandun)
Menjara adalah berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk beruji/bertanding dol, sejenis beduk yang terbuat dari kayu yang dilubangi tengahnya serta ditutupi dengan kulit lembu.
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 6 dan 7 Muharram mulai pukul 20.00 atau 23.00 WIB. Pada tanggal 6 Muharram, kelompok Tobat Bangsal mendatangi kelompok Tobat Barkas sedangkan pada tanggal 7 Muharram kelompok Tobat Barkas mendatangi kelompok Tobat Bangsal. Kegiatan ini berlansung dihalaman terbuka yang disediakan oleh masing-masing kelompok.
• Meradai (mengumpulkan dana)
Meradai adalah pengambilan dana oleh Jola (bahasa Melayu artinya orang yang bertugas mengambil dana untuk kegiatan kemasyarakatan) yang terdiri dari anak-anak berusia 10-12 tahun. Acara ini dilakukan pada siang hari tanggal 6 Muharram antara pukul 07.00-17.00 WIB. Lokasi pengambilan dana biasanya sudah disepakati bersama oleh masing-masing kelompok Tabot. Peralatan yang dibutuhkan diantaranya adalah: bendera panji, tombak bermata ganda, tas atau kambut, karung gandum, dan tessa.
• Arak Penja (mengarak jari-jari)
Arak Penja atau arak jari-jari merupakan acara mengarak jari-jari yang diletakkan di dalam Tabot dengan di jalan-jalan utama di kota Bengkulu. Kegiatan ini dilaksanakan pada malam ke-8 dari bulan Muharram, yaitu sekitar pukul 19.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 21.00 WIB.
Bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan sesajen adalah: nasi kebuli 1 porsi, kopi pahit 1 gelas, air serobat 1 gelas, telur dadar 1 buah, lauk pauk 7 piring (7 macam jenis lauk).
• Arak Seroban (mengarak Sorban)
Arak Serban merupakan acara mengarak Penja ditambah dengan Serban (Sorban) putih dan diletakkan pada Tabot Coki (Tabot Kecil). Tabot Coki ini dilengkapi dengan bendera/panji-panji berwarna putih dan hijau atau biru yang bertuliskan nama “Hasan dan Husain” dengan kaligrafi Arab yang indah. Kegiatan ini diadakan pada malam ke-9 Muharram sekitar pukul 19.00-21.00 WIB.
Sebagai mana namanya, maka peralatan yang dibutuhkan dalam acara ini adalah Tabot dan seroban. Selain itu, juga dibutuhkan kain khusus dan Tabot Coki (kursi kerajaan/tahta)
• Gam (tenang / berkabung)
Satu di antara tahapan upacara Tabot yang harus ditaati adalah “gam”. Gam adalah waktu yang tidak boleh ada kegiatan apapun. Gam berasal dari kata “ghum” yang berarti tertutup atau terhalang. Tanggal 9 Muharram merupakan masa gam ini, yakni sejak pukul 07.00 hingga pukul 16.00 WIB, di mana pada waktu tersebut semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot termasuk membunyikan dol dan tassa tidak boleh dilakukan. Jadi masa gam dapat juga disebut masa tenang.
• Arak Gedang (taptu akbar)
Pada 9 Muharram malam, sekitar pukul 19.00 WIB dilaksanakan ritual pelepasan Tabot Besanding di gerga (markas) masing-masing. Selanjutnya dilanjutkan dengan arak gedang yakni grup Tabot berarak dari markas masing-masing menempuh rute yang ditentukan. Kemudian mereka akan bertemu sehingga membentuk arak gedang (pawai akbar). Arak-arakan ini menjadi ramai karena menyatunya grup-grup Tabot, grup-grup hiburan, para pendukung masing-masing serta masyarakat. Acara ini berakhir sekitar pukul 20.00 WIB. Akhir dari acara arak gedang ini adalah seluruh Tabot dan grup penghibur berkumpul di lapangan Merdeka Bengkulu (Sekarang: Lapangan Tugu Propinsi). Tabot dibariskan bershaf istilah lokal disandingkan, karenanya acara ini dinamakan Tabot Besanding.
Peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan ini adalah gerobak. Gerobak ini digunakan untuk mengangkut Tabot ke tempat Tabot dikumpulkan.
• Tabot Tebuang (Tabot terbuang)
Acara terakhir dari rangkaian upacara Tabot adalah acara Tabot tebuang yang diadakan pada tanggal 10 Muharram. Pada pukul 09.00 WIB seluruh Tabot telah berkumpul di lapangan Merdeka dan telah disandingkan sebagaimana malam Tabot besanding. Grup hiburan telah berkumpul pula di sini dan menghibur para pengunjung yang hadir di waktu itu. Pada sekitar pukul 11.00 arak-arakan Tabot bergerak menuju ke Padang Jati dan berakhir di kompleks pemakaman umum Karabela. Tempat ini menjadi lokasi acara ritual Tabot tebuang karena di sini dimakamkan Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin) pelopor upacara Tabot di Bengkulu.
Pada sekitar pukul 12.30 WIB acara Tabot Tebuang di makam Senggolo tersebut. Karena dipandang bernilai magis, acara ini hanya bisa dipimpin oleh Dukun Tabot yang tertua. Selesai acara ritual di atas, barulah bangunan Tabot dibuang ke rawa-rawa yang berdampingan dengan komplek makam tersebut. Dengan terbuangnya Tabot pada sekitar pukul 13.30 WIB, maka selesailah seluruh rangkaian upacara Tabot dimaksud.

Doa-doa
Setiap tindakan dalam upacara Tabot selalu diawali dengan pembacaan Basmalah dan doa-doa. Doa-doa tersebut diantaranya adalah:
• Doa kubur
• Doa mohon selamat dan ampunan atas arwah orang-orang muslim di dunia
• Bacaan tasbih
• Sholawat ulul ‘azmi
• Sholawat Wasilah dan lainnya

Nilai-Nilai
Secara umum, ada dua nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara Tabot, yaitu: nilai Agama (sakral), sejarah, dan sosial. Nilai-nilai Agama (sakral) dalam upacara Tabot diantaranya adalah: satu, proses mengambik tanah mengingatkan manusia akan asal penciptaannya. Kedua, terlepas dari adanya pandangan bahwa ritual tabot mengandung unsur penyimpangan dalam akidah, seperti penggunaan mantera-mantera dan ayat- ayat suci dalam prosesi mengambik tanah, namun esensinya adalah untuk menyadarkan kita bahwa keberagamaan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai budaya lokal. Dan ketiga, pelaksanaan upacara Tabot merupakan perayaan untuk menyambutan tahun baru Islam.
Nilai sejarah yang terkandung dalam budaya tabot adalah sebagai manifestasi kecintaan dan untuk mengenang wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW yakni Husein bin Abi Thalib yang terbunuh di Padang Karbela dan juga sebagai ekspresi permusuhan terhadap keluarga Bani Umayyah pada umumnya dan khususnya pada Yazid bin Muawiyah, Khalifah Bani Umayyah yang memerintah waktu itu, beserta Gubernur ‘Ubaidillah bin Ziyad yang memerintahkan penyerangan terhadap Husain bin ‘AlĂ® beserta laskarnya. Adapun nilai sosial yang terkandung didalamnya, antara lain: mengingatkan manusia akan praktik penghalalan segala cara untuk menuju puncak kekuasaan dan simbolisasi dari sebuah keprihatinan sosial.
Banyak nilai-nilai kebijaksanaan yang dapat digali dan dijadikan landasan untuk mengarungi kehidupan, tetapi jika tidak disikapi dengan bijaksana, maka upacara Tabot akan menjadi sekedar festival budaya yang kehilangan makna dasarnya. Meriah dalam pelaksanaan (festival) tapi kehilangan sepiritnya.

Senin, 25 Februari 2008

Suban Miyoa Panes

Suban Air Panas merupakan kawasan pemandian alam yang bersumber dari mata air panas.

Di kawasan ini juga terdapat dua buah air terjun yang mengalir dari bukit dengan ketinggian masing-masing 75 meter dan 50 meter. Air terjun ini juga merupakan sumber air alam pegunungan yang sejuk dan jernih serta sehat untuk mandi.

Tak jauh dari lokasi tersebut juga terdapat perkebunan strawberi milik masyarakat setempat dan obyek wisata Danau Mas Harun Bestari (DMHB) yang memberikan layanan wisata keliling danau menggunakan perahu dan motor boat.Panorama alam yang indah dan elok di sepanjang perjalanan menuju lokasi membuat pengalaman tersendiri bagi liburan keluarga yang indah.

Lokasi ini mudah dijangkau dan hanya 15 menit perjalanan atau enam kilometer dari kota Curup dan 1,5 jam perjalanan dengan kendaraan roda empat atau sekitar 90 Km dari Bandara Fatmawati Kota Bengkulu.

Didik Deu Tunjang

Suku Rejang adalah salah satu suku tertua di pulau Sumatra selain suku bangsa Melayu.Suku rejang diyakini berasal dari daerah Sumatera bagian utara dan kemudian menyebar sampai ke daerah Lebong, kepahiang, sampai di tepi sungai ulu musi di perbatasan dengan Sumatera Selatan. Suku rejang terbanyak menempati Kabupaten rejang Lebong yang kinai memekarkan diri menjadi kabupaten Rejang Lebong(induk), Kabupaten Lebong dan Kabupaten Kepahiang. Bila kita lihat dari dialek bahasa yang digunakan, sangat jelas perbedaan antara bahasa Melayu dan bahasa daerah di Sumatra lainnya dengan bahasa Rejang. Suku Rejang menempati Bengkulu Utara, Lebong dan di kabupaten Rejang Lebong.Suku ini merupakan terbesar di provinsi Bengkulu, namun secara sumber daya manusia, agaknya suku ini kurang begitu adaptif terhadap perkembangan di luar daerah.Ini dikarenakan kultur masyarakat Rejang yang sulit untuk menerima pendapat diluar dari pendapat kelaziman menurut pendapat mereka. Tetapi kini beberapa putra-putri suku rejang telah menempuh pendidikan tinggi seperti dokter, sarjana tehnik, ekonomi, sastra dan lain lain.

Jika mengacu pada sistem kelembagaan lokal atau local community masyarakat adat yang ada di Kabupaten Lebong adalah komunitas kampung yang di sebut dengan dengan istilah lokal Kutai atau Dusun yang berdiri sendiri yang merupakan kesatuan kekeluargaan yang timbul dari sistem unilateral dengan sistem garis keturunan yang patrilineal dan dengan cara perkawinan yang eksogami, aplikasi sistem lokal ini kemudian di terjemahkan dengan sistem kelembagaan Marga, sebuah sistem adopsi dari sistem pemerintahan Kesultanan Pelembang. Ada beberapa kesatuan kekeluargaan yang relatif masih tegas asal usul, wilayah tata aturan lokal di Kabupaten Lebong masing-masing kekeluargaan tersebut kemudian di sebut dengan Marga. John Marsden, Residen Inggris di Lais (1775-1779) menceritakan tentang adanya empat Petulai Rejang diantaranya Jekalang (Joorcalang), Selupuak (Selopoo), Manai (Beremani), Tubey (Tubay) di sisi lain Dr. J.W. Van Royen dalam Laporannya “adat-Federatie in de Residentie’s Bengkoelen en Palembang” menyatakan bahwa Marga-Marga tersebut merupakan kesatuan Rejang yang paling murni.